
Meskipun dalam Islam kita mengetahui bahwa rahmat Allah begitu luas dan meliputi segala sesuatu, namun hendaknya kita tetap menumbuhkan rasa takut akan azab-Nya yang begitu pedih seperti yang tergambar dalam dalil-dalil otoratif ajaran Islam.
Perasaan ini akan membuat kita tetap waspada dan mawas diri untuk melangkah di muka bumi dan senantiasa merujuk pada panduan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan fatwa ulama dalam bersikap.
Merasa aman akan azab Allah – dengan memiliki keyakinan berlebihan akan Rahmat-Nya – adalah tindakan yang tidak tepat, karena hal ini bisa jadi menjerumuskan kita pada pembangkangan terhadap syariat-Nya.
Para sahabat Nabi dan ulama salaf menjadikan rasa takut (khauf) terhadap azab Allah sebagai pengingat agar membuat mereka senantiasa taat.
Bahkan ketika taat sudah digapai perasaan ini tidak mereka hilangkan sebagai trigger agar tetap istiqomah dalam keadaan ini.
Beberapa dari ulama salaf – saking takutnya akan azab Allah – bahkan berucap, “Andaikan saja ibu saya tidak melahirkan saya (maka saya akan aman dari azab-Nya),”
Yang lainnya berkata, “andaikan saya adalah sebuah pohon yang ditebang, dan buahnya dimakan – dan aku tidak pernah menjadi manusia (maka aku akan terbebas dari hisab)”
Ungkapan ini menunjukan concern mereka bahwa setiap dari kita memiliki kemungkinan untuk merasakan pedihnya siksa neraka, maka adalah sebuah kewajiban untuk selalu mawas diri supaya tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang dapat memantik amarah Tuhan dan mengundang siksa-Nya. Wal-iyyadh billah.